Ramai kata kunci Tanah Abang
hingga penuh sesak di mesin pencari dengan yang empunya keyword
ternyata mayoritas pedagang online yang tak mesti mangkal di
tanahabang. Tanahabang memang sudah lama identik dengan urusan tekstil
dan sampai diklaim menjadi yang terbesar bukan saja di Indonesia tapi
juga di Asia Tenggara. Makanya kalau ngetik keyword “Tanahbang” di
google harus hati-hati terjebak masuk etalase Toko Grosir pedagang dunia maya .
Tanahabang merupakan resapan kata dari
kata Tenabang dengan definisi atau arti kata dengan sejarah dan latar
belakang yang beraneka-macam. Perubahan jaman memberikan kontribusi
dalam perubahan yang terjadi dalam sejarah wilayah yang sangat populer
ini. Tenabang menurut beberapa sumber sejarah berasal dari kata NABANG,
sebuah pohon sejenis palm yang banyak tumbuh di daerah yang banyak
dikelilingi rawa-rawa. Orang Belanda menyebutnya DE NABANG yang
lambat-laun populer di telinga masyarakat dan entah bagaimana kemudian
berevolusi menjadi sebutan TENABANG. Penamaan atau
sebutan wilayah seperti itu memang jamak terjadi dan berlaku juga di
wilayah sekitar jakarta, disamping karena mudah diingat juga karena
banyaknya perkebunan yang ada di sekitar wilayah itu seperti penyebutan
untuk Kebon Kacang, kebon sirih, kebon jahe dan lain sebagainya.
Kawasan TENABANG itu sendiri awalnya
merupakan milik pribadi orang-orang Belanda berupa hutan atau tanah
kosong yang kemudian disewa oleh orang China untuk dijadikan wilayah
pertanian atau peternakan. Untuk perkebunan mereka biasanya menanam
tebu, sirih, jahe, melati, kacang sesuai kebutuhan komoditas yang
dibutuhkan saat itu. Tenabang juga dikenal sebagai kober, sebutan untuk
areal pemakaman, karena digunakan juga untuk mengubur jenazah yang
mesti diangkut terlebih dahulu dengan sampan melewati rawa sebelum
sampai ditanah pekuburan.
Versi lain berdasar buku “Kampung Tua di
Jakarta” yang diterbitkan Dinas Museum dan Sejarah DKI, pemberian nama
Tanah Abang diilhami dari kondisi tanah di wilayah tersebut yang
berwarna merah. Abang dalam bahasa jawa berarti merah, yang diberikan
oleh pasukan Mataram dari tanah Jawa yang tengah berperang dengan VOC
dan membuat basis-basis pertahanan di sekitar wilayah tersebut.
Sejarah Tanah Abang
Sejarah Tanah Abang dimulai pada abad ke-17 saat kota Batavia mengalami perluasan tata kota ke arah selatan, Timur dan Barat. Salah seorang penyewa lahan di Tanah Abang bernama Phoa Bing Ham berkontribusi dengan membangun kanal yang menghubungkan ketiga wilayah itu yang juga digunakan sebagai jalur distribusi untuk mengangkut hasil kebunnya untuk diperdagangkan. Ia membuat jalur kanal dari selatan menyusur disepanjang Jl Gajah Mada hingga sampai ke kali Ciliwung di Timur. Ke wilayah Barat Batavia, ia menggali kanal hingga ke ujung Kebon Sirih hingga terhubung ke Kali Krukut.
Sejarah Tanah Abang dimulai pada abad ke-17 saat kota Batavia mengalami perluasan tata kota ke arah selatan, Timur dan Barat. Salah seorang penyewa lahan di Tanah Abang bernama Phoa Bing Ham berkontribusi dengan membangun kanal yang menghubungkan ketiga wilayah itu yang juga digunakan sebagai jalur distribusi untuk mengangkut hasil kebunnya untuk diperdagangkan. Ia membuat jalur kanal dari selatan menyusur disepanjang Jl Gajah Mada hingga sampai ke kali Ciliwung di Timur. Ke wilayah Barat Batavia, ia menggali kanal hingga ke ujung Kebon Sirih hingga terhubung ke Kali Krukut.
Pembangunan kanal pada akhirnya
berkembang menjadi mata rantai perdagangan yang menghubungkan
wilayah-wilayah di sekitar Batavia. Salah seorang pemilik tanah,
Justinus vink, mendirikan pasar Tanahabang (Pasar Sabtu) dan pasar
Weltevreden (Pasar Senen) pada tahun 1735. Hari pasar dan barang yang
diperdagangkan ditentukan oleh pemerintah yang berkuasa berdasar surat
izin yang dikeluarkan untuk masing-masing pasar. Untuk Tanah Abang
sendiri barang yang diperdagangkan adalah tekstil, kelontong dan hasil
bumi.
Menjelang akhir abad ke-19, Tanah Abang
mulai banjir pedagang dari Arab, hingga statistik mencatat jumlah orang
Arab di Tanah Abang mencapai 13ribu jiwa pada tahun 1920. Kedatangan
orang-orang Arab memicu perdagangan ternak kambing karena kegemaran
orang Arab menyantap makanan sejenis domba itu. Tak heran Tanah Abang
juga dikenal dengan sebutan pasar kambing. Konon, pedagang kambing yang
ada saat ini merupakan pedagang kambing turun-temurun.
Keberadaan Pasar Tanah Abang sangat
berpengaruh terhadap tumbuhnya perkampungan disekitarnya. Secara alami,
banyak masyarakat bermukim dan membangun tempat tinggal hingga
pemerintah membuat wilayah tersebut dalam satu kecamatan bernama Tanah
Abang.
0 comments: